Alam memang selalu bisa memberikan kejutan dengan caranya sendiri, bahkan untuk sesuatu yang selalu kita lihat setiap hari. Sunrise misalnya, walaupun matahari selalu terbit setiap pagi dari ufuk timur, saya selalu kagum dibuatnya. Penampakannya bisa saja berbeda-beda. Padahal, ia adalah matahari yang sama. Matahari yang selalu memberikan kehangatan dan penerangan dalam setiap kemunculannya. Matahari yang selalu kita tunggu kehadirannya ketika malam tak lagi memberikan kesenangan.
Kali ini bukanlah sunrise yang membuat saya terkagum-kagum seperti di post sebelumnya, namun hanya sebuah jembatan. Sebuah jembatan yang mampu membuat saya kembali berpikir tentang bagaimana alam selalu memberikan kejutan yang tak terbayangkan. Tidak seperti jembatan pada umumnya yang terbuat dari besi, jembatan ini terbuat dari akar pohon. Memang jembatan ini tak sepenuhnya lepas dari campur tangan manusia di masa lampau. Hanya saja alam yang lebih banyak berperan dalam pembuatan karyanya.
Jembatan akar, begitu orang sekitar menamainya. Jembatan ini memang terbuat dari akar pohon beringin yang dengan sengaja ditanam di kedua sisi sungai. Akar pohon beringin yang menggantung perlahan-lahan dililitkan pada jembatan bambu yang sebelumnya sudah dibuat. Tak ada sesuatu yang instan. Bahkan untuk membuat mie instan pun kita harus memasak air terlebih dahulu. Sama seperti jembatan akar ini. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun agar akar dari pohon yang ditanam bisa menjalar dan menjalin membentuk sebuah jembatan yang kelak bisa berguna untuk orang-orang di kedua desa tersebut. Dan nyatanya apa yang mereka lakukan membuahkan hasil. Orang-orang dari kedua desa tersebut sekarang bisa menggunakan jembatan akar tersebut sebagai penghubung desa.
Jembatan Akar |
Siapa sangka daerah pinggiran bernama Painan yang terletak sekitar dua jam dari Kota Padang di Sumatera Barat menyimpan sebuah jembatan akar yang sangat unik. Tidak sulit untuk menemukan tempat ini. Jalannya pun sudah bagus dan mobil pun bisa masuk hingga mendekati tempat di mana jembatan akar ini berada. Memang tidak ada petunjuk jalan yang jelas untuk kita bisa langsung ke tempat itu, tapi kita bisa bertanya dengan orang sekitar. Mereka akan dengan senang hati memberitahukan arah kepada pengunjung yang ingin melihat jembatan akar ini.
Jembatan akar ini sudah tidak lagi digunakan sebagai penghubung antar ke dua desa dan lebih berfungsi sebagai tempat wisata saja. Selain umur jembatan ini yang sudah tua, jembatan ini juga sudah tidak sekuat waktu dulu walaupun kita masih bisa menyeberang melewati jembatan ini. Karena itu lah dipasang kawat-kawat sebagai penahan supaya jembatan akar ini tetap bisa bertahan. Untuk bisa menyeberang, kita harus benar-benar memperhatikan langkah kita karena pada bagian bawahnya hanya diberi papan di atas akar sebagai pijakan. Selain itu, kita juga harus bisa mengatur keseimbangan kita saat berjalan di atasnya. Karena apabila tidak seimbang, jembatan akan bergoyang ke kiri dan ke kanan. Di bawah jembatan kita bisa melihat sungai yang alirannya cukup deras.
Sungai yang menjadi pemisah dua desa |
Sebagai tempat wisata lokal, pengunjung diharuskan untuk membayar tiket untuk bisa memasuki area jembatan akar ini. Tempat ini sudah ramai dikunjungi saat saya ke sana. Banyak juga orang-orang lokal yang memanfaatkan keramaian ini dengan menjual makanan kecil di pinggir jalan menuju jembatan akar tersebut. Saya suka suasananya yang masih alami. Tempat ini tidak banyak mengalami perubahan, hanya sedikit perbaikan agar pengunjung bisa lebih nyaman seperti dibuat tangga dari semen. Banyak orang lokal yang datang ke sini untuk mengagumi keindahan jembatan akar ini atau hanya sekedar mengambil gambar saja.
Selain jembatan akar, saya juga mengagumi pohon beringin yang tumbuh besar memayungi daerah itu. Daunnya yang sangat lebat tampak seperti sebuah payung besar yang membuatnya tampak semakin teduh. Hawa panas yang sebelumnya kami rasakan seolah-olah tersedot oleh kerindangan pohon beringin itu saat kami memasuki areanya. Kami senang berlama-lama berada di sana. Apalagi terdengar suara gemericik air sungai yang mengalir dibawahnya membuat suasana menjadi semakin terasa menyenangkan. Saya jadi teringat masa kecil saya yang sering bermain di sungai dan sawah untuk mencari ikan. Sayangnya waktu jua lah yang membuat saya dan teman-teman beranjak dari tempat itu karena kami harus pulang kembali ke Pekanbaru. Kalau sekiranya saya bisa berkunjung kembali ke Sumatra Barat, saya ingin kembali melihat jembatan akar itu. Semoga kelak kesempatan itu akan datang lagi. 🙂
Jembatan Akar |