Tetiba saya langsung merasa kerdil saat pertama kali menjejakkan kaki ke dalam hutan pinus Mangunan. Ratusan pohon pinus menjulang tinggi bagai pilar-pilar yang menopang langit biru. Rimbunnya dedaunan laksana payung teduh yang melindungi setiap makhluk di bawahnya dari sengatan sinar mentari yang kadang menyengat kejam. Begitu rimbunnya dedaunan pohon Pinus markusii. Hingga sinar matari pagi pun harus berpayah-payah menerobos di sela-selanya.
Justru dalam usahanya menyusup itu terpancar indahnya semburat-semburat cahaya matahari pagi. Sungguh sebuah pemandangan sedap bagi mata yang belum cukup terlelap. Satu dua detik kemudian kamera saya dan Ucil sudah terarah ke sana. Beberapa detik selanjutnya pemandangan tersebut sudah berpindah ke dalam kamera kami dengan beberapa angle berbeda.
Baca juga:
- 15 Homestay Murah di Jogja untuk 6-10 orang (Di bawah 600ribu)
- Teratai Raksasa di Gugusan Pegunungan Menoreh
- Cerita Ciheras: Padepokan Para Pembelajar
Hujan yang turun malam sebelumnya dan matari yang tak dapat leluasa menyentuhkan cahayanya ke tanah menjadikan tempat ini cukup lembab. Kami berjalan masuk ke dalam hutan pinus lebih dalam. Lebih ke tengah. Semakin ke dalam, aroma lembab pohon pinus makin kentara. Satu persatu dari kami mulai berpencar. Masing-masing mengeksplore hutan dengan caranya sendiri. Mencari sudut-sudut terbaik untuk mengambil gambar.
Hutan Pinus Mangunan juga dikenal dengan sebutan Hutan Pinus Imogiri. Tapi sebenarnya tidak terletak di Imogiri melainkan terletak di Mangunan, Bantul, Yogyakarta. Banyak orang menyebutnya Hutan Pinus Imogiri karena di daerah ini terdapat makam raja-raja Imogiri. Saya tak tahu persisnya di sebelah mana dari hutan pinus ini karena ziarah tidak masuk ke dalam agenda saya.
Padahal hari itu masih cukup pagi, tapi para pengunjung sudah berjejalan di dalam hutan pinus mangunan ini. Ketenarannya beberapa waktu belakangan menjadikan hutan pinus mangunan ini sebagai salah satu tujuan wisata Yogyakarta di akhir pekan. Banyak yang datang untuk berburu foto seperti kami, tapi ada juga yang datang hanya untuk sekedar berwisata bersama keluarga dan teman-teman. Terlebih lagi tidak ada pungutan tiket untuk memasuki areal hutan ini, hanya biaya parkir saja, tiga ribu rupiah untuk motor dan sepuluh ribu rupiah untuk mobil.
Suasana hutan pinus yang sejuk dan tenang membuat tempat ini cocok untuk bersantai. Pohon pinus yang tumbuh berjajar hampir teratur dengan jarak yang berdekatan menjadi sarana yang tepat untuk memasang hammock. Sadar akan kondisi tersebut, Ucil langsung mengikatkan tali hammocknya pada dua batang pohon pinus yang jaraknya tidak terlalu berjauhan. Beberapa menit kemudian saya mendengar sebuah dengkuran dari atas hammocknya.
Hampir di setiap sudut saya melihat hammock-hammock bergelantungan. Bahkan ada beberapa orang yang mengikatkan hammock secara bertingkat pada pohon yang sama. Orang yang menyewa hammock biasanya akan mendapatkan tutorial singkat bagaimana untuk naik ke atas hammock bertingkat dengan aman dari pengelola hutan. Warna-warni hammock menjadi pemanis pemandangan hutan, bak pita-pita pada rambut hitam. Jika pun tidak membawa atau mempunyai hammock, alternatifnya adalah menyewa atau tiduran saja di bangku-bangku kayu yang sudah disediakan. Rasanya hampir sama, hanya sedikit kaku di badan.
Saya kembali berjalan berkeliling dan mendapati beberapa gardu pandang serta beberapa tenda. Sekiranya hutan pinus mangunan juga menjadi tujuan untuk camping. Apalagi saat bangun pagi mereka tinggal naik ke gardu pandang untuk melihat matahari terbit dari ufuk timur. Hanya membayangkannya saja membuat saya ingin sekali-sekali mencobanya. Mungkin suatu saat nanti datang kembali untuk menyambut pagi di Hutan Pinus Mangunan.