Street Photography di Kala Pandemi

street photography salatiga
Mas Rio menyusuri jalan mencari obyek foto. (Foto:Dok.Pri.)

Saya berdiri di seberang mall kota Salatiga dan mengedarkan pandangan. Suasana jalanan cukup sepi untuk hari Minggu sore yang biasanya ramai. Bundaran Kaloka juga cukup lengang. Hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang. Langit yang semula biru dalam sekejap berubah abu-abu. Suasana yang semula hangat mendadak berubah menjadi dingin. Namun, semua itu tak menyurutkan Mas Rio untuk tetap mencari obyek foto.

Di tangan saya, kamera masih bergeming. Belum satu pun saya mendapat obyek untuk ditangkap. Di sisi lain, Mas Rio sudah lincah mendekati seorang bapak tukang becak yang sedang menunggu penumpang sambil menyesap rokok batangan. Dalam beberapa detik ke depan, tukang becak tersebut sudah berpose di depan kamera. Raut mukanya terlihat tegang ketika bergaya di depan kamera. Padahal sebelumnya ia begitu rileks ketika menghirup rokoknya.

Untuk mendapatkan foto yang diinginkan, biasanya Mas Rio akan mendekati orang yang akan dipotret dan mengajaknya berbincang terlebih dulu. Cara ini digunakan untuk mengenali pribadi dan karakter mereka. Jika sudah kenal, orang tersebut biasanya lebih membuka diri dan tidak malu berpose di depan kamera. Diarahkan untuk bergaya pun tak keberatan.

street photography salatiga
Mas Rio memotret tukang becak. (Foto: Dok. Pri.)

Mendekati orang seperti itu tidak didapatkan dengan mudah. Ia memang sudah terbiasa dengan banyak orang. Namun, ada kalanya nyalinya ciut ketika awal meminta ijin untuk memotret orang. Tak ayal penolakan juga sering terjadi. Pernah juga ia diminta menghapus foto karena orang yang dipotret tak berkenan.

Semua pengalaman tersebut tak menciutkan nyalinya untuk tetap memotret di jalanan. Lagipula fotografi genre ini sudah menjadi pilihannya. Merekam ekspresi wajah orang adalah kegemarannya. Dari keteguhan itulah ia belajar bagaimana mendekati orang di jalanan agar mau berpose di depan kameranya.

Pandemi mengubah cara approach ke orang lain, pungkas Mas Rio. Kini ia tidak lagi seekspresif dulu ketika mendekati orang di jalan. Malahan, dirinya mulai mengurangi interaksi dan lebih banyak memotret candid, tanpa sepengetahuan.

Setelah memotret, biasanya ia akan memerlihatkan hasil jepretannya. Lalu berkelakar singkat atau sekedar memuji dan berterimakasih sebelum pergi. Sayangnya hal tersebut kini tak bisa selalu dilakukan mengingat pentingnya menjaga jarak antara satu dengan lainnya.

Perubahan itu tentu saja membawa dampak yang cukup siginifikan. Dia merasa foto yang dijepret kurang memuaskan. Sebelumnya, senyum, tawa, bingung, dan berbagai macam ekspresi wajah dapat terekam apik dalam foto. Sayangnya kini semua ekspresi tersebut tersembunyi di balik masker.

street photography salatiga
Mas Rio memperlihatkan hasil fotonya. (Foto: Dok.Pri.)

Bagaimanapun tak bisa dipungkiri bahwa masker menjadi properti yang wajib dipakai saat ini. Akibatnya cerita yang ditangkap menjadi kurang kuat, tuturnya. Saya mengamininya. Memang sulit untuk bisa menangkap ekspresi rupa karena terhalang oleh masker yang dipakai. Agaknya tak mungkin pula untuk meminta mereka membuka masker.

Baca juga: