Wanita Wanita dan Perempuan: Lini Masa Peran Perempuan dalam Balutan Tari

Sahel merias diri di ruang rias sebelum pementasan dimulai. (Foto: Dok.Pri.)

Usai gladi bersih terakhir, para penari bergegas menuju ruang tata rias di belakang panggung. Mereka mematut dan berhias diri di depan cermin yang membujur di sepanjang dinding, termasuk Sahel. Matanya tajam menatap dirinya di balik cermin seolah meyakinkan bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar. Tak banyak canda tawa di ruang kecil nan redup tersebut. Semuanya tampak serius mempersiapkan diri untuk karya tari bertajuk Wanita Wanita dan Perempuan yang akan dipentaskan tak lama lagi.

Gelap telah benar-benar membungkus malam. Orang-orang mulai menjejali halaman Teater Arean di Taman Budaya Surakarta (TBS). Tepat pukul 19.30 WIB pintu dibuka dan para penonton pun berebut masuk ke dalam Teater Arena mencari tempat duduk yang nyaman untuk menonton pentas tari.

Baca juga: Lahirnya Kera Putih Penangguh Dosa Retna Anjani

Sesuai dengan judul yang diangkat, karya tari Wanita Wanita dan Perempuan ini bertema tentang perjalanan perempuan dari masa ke masa. Dalam lini masanya, peran perempuan mengalami transformasi yang cukup signifikan. Lewat karya tari dari Sanggar Metta Birawa inilah Muslimin Bagus Pranowo atau yang kerap dipanggil IMIN mencoba memberikan gambaran.

Tari Kendhi
Anak-anak membawakan Tari Kendhi sebagai tarian pembuka. (Foto: Dok.Pri.)

Panggung seketika menjadi gelap dan kembali terang ketika para penari yang terdiri dari anak-anak perempuan mulai masuk ke dalam panggung. Langkah-langkah kecilnya diiringi musik instrumental yang melantun pelan. Mereka mengenakan pakaian tradisional dan membawa payung dan kendhi, tempat air dari tanah liat, sambil menggendong bayi.

Tari Kendhi menjadi tarian pembuka. Sepintas saya ingat filosofi orang Jawa yang dulu sering saya dengar dari kakek dan nenek: “Dadi wong wedok iku kudu iso masak, macak lan manak.” Artinya menjadi seorang perempuan itu harus bisa masak, berdandan dan melahirkan anak. Filosofi tersebut memang tak sepenuhnya salah, namun penyempitan pandangan dari filosofi tersebut ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan perempuan zaman dulu.

metta birawa metta budaya
Sebanyak dua puluh lima gadis menjadi penari Wanita Wanita dan Perempuan. (Foto: Dok.Pri.)

Tak sedikit perempuan zaman dahulu dibatasi ruang geraknya dan dipingit – tidak boleh keluar rumah. Mereka hanya boleh berada di rumah sebagai konco wingking atau teman dapur. Alhasil mayoritas perempuan zaman dahulu tidak diperbolehkan untuk mendapat pendidikan formal yang tinggi. Bisa membaca dan menulis saja sudah merupakan hal yang luar biasa bagi mereka.

Baca juga: Geliat Fajar Kota Tua Batavia Lama

Hingga akhirnya datanglah masa R.A. Kartini yang memberikan pencerahan dan perubahan, seperti judul bukunya, Habis Gelap Terbitlah Terang, terjemahan Armijn Pane. Lewat tulisannya di dalam surat yang ia kirimkan kepada sahabat-sahabatnya, Kartini menunjukkan kerisauannya tentang nasib perempuan dan gagasan bahwa wanita berhak mendapatkan pendidikan. Kartini juga berpendapat bahwa perempuan harus bebas mengejar cita-citanya, tak hanya terkurung di rumah saja.

Wanita wanita dan perempuan
Menjadi saksi hidup dari perjalanan hidup nenek, ibu dan generasi selanjutnya menghasilkan perenungan tersendiri. (Foto: Dok.Pri.)

Perjuangan Kartini tak sia-sia. Saat ini perempuan mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan mereka menorehkan namanya sebagai wanita berpengaruh dalam skala dunia. Sebut saja menteri Sri Mulyani yang ditetapkan sebagai Menteri Terbaik di Dunia oleh World Government Summit. Atau menteri nyentrik Susi Pudjiastuti yang khas dengan jargon “Tenggelamkan”. Ia menerima penghargaan Peter Benchley Ocean Awards, sebuah penghargaan di bidang maritim tertinggi dunia atas kebijakannya membangun ekonomi dan konservasi laut Indonesia.

Panggambaran generasi perempuan di zaman setelah Kartini inilah yang berusaha ditampilkan oleh Imin lewat tarian Wanita Wanita dan Perempuan. Wanita tidak hanya bekerja di dapur saja. Namun, ia bebas mengejar dan mewujudkan cita-citanya. Mereka kini mempunyai kedudukan yang setara dengan laki-laki, hampir di semua bidang. “Kartini mulai membuka pikiran-pikiran untuk bisa setara dengan laki-laki tanpa melihat gender,” tuturnya.

Wanita wanita dan perempuan
Tiga penari menari secara selaras menggambarkan tiga generasi, nenek, ibu dan seorang anak perempuan. (Foto: Dok.Pri.)

Berbeda dengan para penari Kendhi, para penari Wanita Wanita dan Perempuan tampil lebih elegan dan sederhana dengan mengenakan kain polos berwarna coklat tua. Gerakan tariannya pun lebih cepat dan dinamis. Menunjukkan pergeseran peran perempuan yang harus terampil dan tangkas di zaman globalisasi ini. Bulu kuduk saya bahkan sampai berdiri merasakan emosi yang terpancar dari gerakan tari. Gerakan-gerakan dalam tarian ini juga mewakili kegelisahan dari sang koreografer tentang peran seperti apa yang akan muncul dari dampak globalisasi ini.

Pada akhirnya tarian Wanita Wanita dan Perempuan ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada para wanita agar bisa optimis dan semangat untuk menatap masa depan. Harapan ini sejalan dengan tulisan R.A. Kartini di salah satu suratnya, “Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam nenek moyangnya.”

Wanita wanita dan perempuan
Sahel memeragakan gerakan tarian Wanita Wanita dan Perempuan. (Foto: Dok.Pri.)

1 Comment

  1. Hello ,

    I saw your tweet about animals and thought I will check your website. I like it!

    I love pets. I have two beautiful thai cats called Tammy(female) and Yommo(male). Yommo is 1 year older than Tommy. He acts like a bigger brother for her. 🙂
    I have even created an Instagram account for them ( https://www.instagram.com/tayo_home/ ) and probably soon they will have more followers than me (kinda funny).

    I have subscribed to your newsletter. 🙂

    Keep up the good work on your blog.

    Regards
    Wiki

Comments are closed.