Keliling Solo dengan Werkudara

Naik bus wisata kota adalah cara paling murah untuk mengelilingi sebuah kota. Sayangnya bus wisata kota yang pertama kali saya coba bukan di Indonesia, tapi di Kuala Lumpur Malaysia. Saat itu saya belum pernah mendengar bus wisata kota diterapkan di Indonesia. Hanya bus Trans seperti Trans Jakarta yang waktu itu sedang ramai diperbincangkan. Atau mungkin saya yang masih katrok tak mendengar kalau ada bus wisata kota di salah satu kota di Indonesia. Hingga beberapa tahun lalu saya mendengar kalau Kota Solo mempunyai sebuah bus wisata kota bernama Werkudara.

Nama Bus Werkudara sendiri diambil dari sebuah tokoh pewayangan. Werkudara atau yang biasa dipanggil Bima adalah ayah dari seorang Kesatria Pringgondani bernama Gatotkaca yang berotot kawat dan bertulang besi. Dalam tokoh pewayangan, Werkudara digambarkan sebagai seorang kesatria sakti yang selalu patuh dengan gurunya walaupun sang guru pernah mengutusnya untuk pergi ke dasar laut. Werkudara juga digambarkan sebagai sosok yang selalu berbahasa ngoko (kasar) kepada siapa pun termasuk dengan raja. Dia berpikir bahwa semua manusia derajatnya sama. Dan Werkudara adalah satu-satunya tokoh pewayangan yang pernah bertemu dengan Dewa Ruci, perwujudan dari Tuhan sewaktu dia berada di dasar laut.

Bus Werkudara menjadi favorit dan sebuah alternatif paling murah bagi para wisatawan untuk mengelilingi kota Solo. Terminal bus ini berada di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Surakarta, dekat dengan Stadion Manahan Surakarta. Bus ini beroperasi tiga kali dalam satu hari: jam 9 pagi, 12 siang dan 3 sore. Tak perlu membayar tiket yang mahal, dengan 20 ribu rupiah saja kita bisa diajak berkeliling kota Solo. Selain menjual tiket satuan, Bus Werkudara ini juga bisa dicarter dengan harga delapan ratus ribu rupiah. Sayangnya bus ini hanya beroperasi pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur saja. Karena itu lah bus ini selalu penuh dengan wisatawan.

Bus Werkudara memiliki dua tingkat. Ini mungkin satu-satunya bus tingkat dua yang tersisa di Indonesia. Saya ingat sekali terakhir kali saya menaiki bus tingkat dua di Indonesia yaitu saat saya masih duduk di sekolah dasar. Tingkat dua bus Werkudara ini menjadi favorit para penumpang. Banyak penumpang yang saling berebut untuk bisa duduk di atas karena penumpang bisa dengan leluasa menikmati pemandangan kota Solo dari atas sambil merasakan angin sejuk yang menerpa kulit. Kalau Anda tidak mendapat tempat duduk di lantai atas, tenang saja karena nanti para penumpang akan diminta untuk bergantian tempat duduk. Yang sebelumnya duduk di lantai dua harus turun ke lantai satu dan sebaliknya. Idenya sih bagus, tapi sayangnya tempat duduk di bawah tidak sebanyak tempat duduk di atas. Dan tidak semua tempat duduk di bawah memiliki jendela. Kadang Anda malah harus berdiri untuk melihat keluar jendela.

Memang susah ya menjadi orang tinggi di negara ini. Tinggi tubuh saya melebihi tinggi tingkat dua bus ini, alhasil saya harus menundukkan kepala saat berjalan di lantai dua. Semua teman saya menyalahkan saya karena terlalu tinggi. Untungnya jarak antar bangku bus ini cukup lebar sehingga kaki saya masih bisa muat. Tidak seperti bus ekonomi di mana kaki saya selalu mentok dengan kursi di depan saya. Ini lah derita lain orang tinggi di Indonesia saat naik kendaraan umum.

Hiasan saat Imlek

Berawal dari Manahan, kami bergerak mengitari kota. Dalam perjalanan sesekali pemandu memberikan penjelasan tentang bangunan yang dilewati dan beberapa sejarah terkait. Kami dibawa melewati beberapa tempat yang menjadi ikon kota Solo seperti Tugu Wisnu dan Ngarsopura. Dari ketinggian 4 meter saya menikmati kota Solo, memberikan pengalaman yang berbeda. Semilir angin jalanan membuat saya semakin menikmati perjalanan.

Duduk di tingkat dua bus Werkudara tidak selamanya menyenangkan. Jendela yang hanya dibatasi dengan besi memang memudahkan penumpang untuk melihat ke luar dengan lebih jelas, tapi hati-hati saat bus ini melewati daerah yang banyak pohonnya terutama yang duduk di sebelah kiri. Kerap kali ranting pohon yang menjorok ke jalan mengenai penumpang yang tidak siaga. Tidak ada yang terluka, malah banyak penumpang yang tertawa-tawa seolah-olah sedang bermain adu ketangkasan dengan ranting pohon. Teman saya beberapa kali kena ranting yang menjorok ke dalam bus saat dia sedang fokus untuk mengambil foto. Saya? Untunglah saya duduk di pojok kanan sehingga tidak terganggu dengan ranting. 🙂

Sampai di depan Taman Jurog, pemandu menyerukan kepada penumpang di lantai atas untuk bergantian dengan penumpang di bawah. Tujuannya sih baik, agar penumpang di bawah bisa merasakan duduk di atas, tapi karena jumlah kursi di bawah lebih sedikit, akhirnya saya lebih memilih untuk duduk di atas lagi.

Awan hitam yang menggelayut sedari pagi akhirnya jatuh ke bumi dalam butiran air dalam perjalanan kami kembali ke Manahan. Kami yang awalnya duduk manis di kursi mulai belingsatan untuk pindah tempat duduk. Tingkat dua yang tidak ada penutup jendelanya membuat kami basah karena air hujan. Saya bermaksud menghalangi air hujan dengan mencoba menarik plastik yang menggelantung di atas saya, tapi tidak bisa. Akhirnya kami memilih berdiri di tengah lorong untuk agar tidak basah karena hujan.

Saya kira kesialan kami karena air hujan masuk lewat jendela samping sudah usai, tapi ternyata belum. Tak hanya lewat jendela, air pun masuk lewat sela-sela atap. Yup, atap bus pun bocor. Bahkan di bagian belakang air masuk sangat deras. Saya merasa seperti ada air terjun di dalam bus. Apakah ini atraksi yang disengaja kala hujan? Dalam sekejap lantai dua dipenuhi air, semacam banjir lokal. Tampaknya perawatan menjadi hal yang jarang dilakukan kalau melihat selotip yang banyak ditempel di atap bus.

Lampion semarak menghiasi Kota Solo

Dua jam kami dibawa melihat kota Solo. Cukup menyenangkan dan menyegarkan, yang terakhir lebih karena air hujan. Kami cukup puas dengan pelayanan yang diberikan walau pun menyayangkan perawatan bus yang kurang. Sebenarnya akan lebih menyenangkan kalau kami bisa turun di beberapa lokasi untuk berfoto atau sekedar melihat-lihat. Hal lain yang saya sayangkan adalah ada beberapa orang yang tidak mendapat tempat duduk dan akhirnya memilih duduk lesehan di lantai tingkat dua. Saya berasa sedang naik bus ekonomi dibanding bus wisata. Tak tahu apakah mereka beli tiket di calo atau memang pihak bus yang sengaja menjual tiket tanpa tempat duduk. Kalau ternyata hal ini sengaja dilakukan pihak bus untuk mencari untung, saya tentu saja sangat kecewa. Kenyamanan wisata di bus Werkudara menjadi berkurang saat melihat mereka.

Tips saya kalau ingin naik bus ini, pertama pesanlah tiket sehari sebelumnya jangan di hari H karena nanti akan kehabisan tiket seperti pada kunjungan pertama saya (cp: Indri – 085642005156). Kedua, pilihlah tempat duduk di sebelah kanan kalau kalian mendapatkan kursi di lantai dua. Jangan duduk di sebelah kiri kalau tidak ingin dibelai ranting pohon yang ganjen. Ketiga, bawalah mantol atau payung kalau Anda pikir akan turun hujan, kecuali kalau Anda ingin mandi dengan air hujan. Keempat, bawalah minuman dan makanan. Kalau tidak mau membawa makanan, pastikan Anda sudah mengisi perut sebelum naik bus ini. Hal ini wajib karena Anda pasti akan lapar selama perjalanan berlangsung. Tips terakhir dari saya, enjoy your trip! 🙂