Kilau Polesan Akik Martapura

Batu Akik Martapura

Seorang wanita bertubuh ramping nan tinggi menyapa kami dari dalam rumah kayu apung khas Kalimantan Selatan. Sambil membuka tirai jaring yang digunakan sebagai pagar, ia tersenyum ramah sebelum bertanya kami mencari siapa. Kami mencari Pak Kani, suami wanita tinggi semampai yang menyapa kami. Saat itu dia sedang keluar mencari mata bor di toko, ungkapnya. Ia pun mempersilakan kami menunggu di balai-balai rumah kayunya.

Tak lama berselang Pak Kani kembali ke rumah. Ia terkejut saat melihat sepupu saya, Syarif. Sudah lama mereka tak bersua. Terakhir kali mereka bertemu saat bulan puasa. Kala itu Mas Syarif masih sering mampir ke sini meminta bantuan memotong batu dan memolesnya hingga menjadi batu akik. Mas Syarif bisa seharian berada di sini hanya sekedar menunggu hingga batu akiknya selesai dipoles. Batu akik tersebut nantinya akan ia buat menjadi mata cincin.

Proses pertama adalah memotong batu menjadi ukuran dan bentuk yang diinginkan. Sebuah gergaji khusus digunakan untuk memotong batu akik. Proses ini harus basah agar mata gergaji tidak rusak dan batu tidak pecah. Proses pemotongan tak memakan waktu lama.

Pak Kani adalah salah satu perajin akik di Desa Teluk Selong, Martapura ini. Sudah dua puluh tahun ia menjadi seorang perajin akik. Dengan waktu selama itu tak heran jika ia mengenal betul pelbagai macam jenis dan karakter batuan akik. Di tangannya sudah banyak sekali batu akik dibentuk dan dipoles. Dalam sehari ia bisa memotong dan memoles batu akik hingga lima belas buah. Jumlah yang cukup banyak mengingat prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Mulai dari memotong sampai membuatnya mengkilat.

Martapura terletak sekitar satu jam dari kota Banjarmasin. Tempat ini memang sudah terkenal sebagai tempat untuk mencari berbagai macam kerajinan khas Kalimantan, termasuk batu akik. Martapura selalu menjadi rujukan dan surga bagi para kolektor batuan alam. Banyak teman yang selalu titip batu akik kepada saya manakala mereka tahu saya sedang berada di Banjarmasin. Berbagai macam batu akik dengan ukuran dan karakter yang berbeda-beda dijajakan di sini. Harganya pun bervariasi. Mulai dari yang berharga puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

Malam pada kedua ujung sebilah kayu digunakan untuk merekatkan batu akik. Cara ini mempermudah proses penggrindaan dan penghalusan batu akik.

Dulu hampir semua orang di Desa Teluk Selong Martapura ini bermata pencaharian sebagai perajin batu akik. Deru mesin pemotong dan penghalus batu akik kerap terdengar dari tiap rumah penduduk kampung ini, kenang sepupu saya. Namun, sejak kejayaan batu akik mulai meredup, deru mesin pemotong batu akik mulai lenyap secara perlahan. Di rumah Pak Kani deru mesin itu masih terdengar. Kali ini bukan untuk memoles batu, melainkan membuat tasbih dari buah pukah. Setahun belakangan ia berubah haluan menjadi seorang perajin tasbih pukah.

Kedatangan kami membuatnya kembali membuka kembali perlengkapan untuk membentuk batu akik yang telah rapi disimpannya. Kepada kami ia kembali ke profesinya sebagai perajin batu akik untuk sementara. Sambil malu-malu ia memberitahu kami jika alat tempurnya kini sudah tidak selengkap dulu. Beberapa alat dijualnya ketika banting setir menjadi seorang perajin tasbih pukah. Pun begitu ia tetap menyanggupi permintaan kami dengan menggunakan alat yang tersisa.

Batu Akik Martapura
Pak Kani membakar malam pada ujung kayu sebelum merekatkan batu akik di atasnya. Api melunakkan malam dan membuat akik menjadi merekat lebih erat.

Ia melihat dengan seksama karakter batu yang diserahkan oleh sepupu saya sebelum memutuskan akan diapakan terlebih dahulu. Sepupu saya membawa tiga macam batu dengan karakter yang berbeda-beda. Batu-batu tersebut masih kasar. Bentuknya pun masih tidak beraturan. Satu batu bening dengan warna putih di dalamnya ia dapatkan dari Papua. Ada juga batu Marjan yang berwarna merah. Menurutnya, batu ini mempunyai khasiat seperti bisa membersihkan racun dengan cara merendam batu ini di dalam air sebelum meminumnya. Benar tidaknya, saya tak tau karena saya pun belum pernah mencobanya.

Walaupun ia kini menjadi seorang perajin tasbih pukah, bukan berarti keahliannya dalam memoles batu sudah hilang. Kelihaiannya masih terlihat saat memotong dan menghaluskan batu yang kami bawa. Ia memulainya dengan batu paling besar yang berasal dari Papua. Batu tersebut dipotong sedemikian rupa hingga ke dalam bentuk yang diinginkan. Begitu juga dengan batu-batu lainnya sebelum akhirnya dihaluskan.

Batu Akik Martapura
Pak Kani menghaluskan batu akik marjan menggunakan ampelas yang ditempelkan pada mesin. Cara ini akan menghemat waktu. Pemolesan pun menjadi lebih merata pada semua sisi batu akik.

Memang tak ada yang instan, begitupun dalam membentuk batu akik. Berbagai proses musti dilalui. Mulai dari memotong, membentuk, menghaluskan hingga memolesnya sampai mengkilap. Setiap proses memakan waktu yang tidak sebentar. Dengan teliti ia memeriksa setiap sudut batu. Memoles kembali sudut yang masih belum sempurna. Begitu dilakukan secara berulang hingga sesuai keinginan. Ketekunan Pak Kani memang layak diapresiasi.

 Sudah lebih dari 3 jam kami berada di sana, tapi kami mendekati selesai saja belum. Masih ada proses memoles permukaan batu yang akan dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, Pak Kani menempelkan batu pada malam yang ada di ujung sebatang kayu sepanjang 20 cm. Malam dibakar terlebih dahulu sebelum batu akik ditempelkan. Tujuannya agar batu akik bisa merekat erat dan tidak lepas saat digrinda menggunakan mesin. Penggrindaan ini harus merata di semua sisi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Batu akik dipoles dengan menggosokkannya pada permukaan sebilah bambu. Cara yang sederhana ini dapat membuat batu akik menjadi lebih mengkilat dan halus.

Selesai dengan grinda, Pak Kani mengambil sebatang bambu berwarna kuning dari samping rumah. Saya tak begitu mengerti kegunaannya sampai sepupu saya menjelaskan bahwa batu akik itu akan digosokkan pada batang bambu tersebut. Benar saja, Pak Kani mulai menggosokkan batu ke kulit bambu dengan membasahinya terlebih dahulu. Ini adalah cara yang unik dan sederhana, tapi hasilnya luar biasa. Ia menggosokkan akik tersebut dalam satu arah saja secara merata. Tak ada sudut yang terlewatkan.

Sekitar setengah jam kemudian, ia memperlihatkan hasilnya pada saya. Batu-batu akik tersebut lebih berkilau dibanding saat dipoles menggunakan gerinda. Batu-batu akik tersebut telah siap untuk digunakan sebagai aksesoris cincin atau kalung. Kami hanya diminta membayar 30 ribu untuk 5 batu akik. Ini murah sekali ucap sepupu saya. Dulu saat masih booming, ia mematok harga 15 ribu sampai 20 ribu perbatu.

Mas Syarif memperlihatkan batu akik yang telah melalui proses panjang pembentukan dari batu tak beraturan menjadi batu akik dengan kilau yang memukau.

Batu yang awalnya berbentuk tidak beraturan dan tak tampak indah, kini berubah menjadi cantik setelah melewati proses yang panjang. Sama halnya dengan hidup yang membutuhkan proses panjang untuk menjadi lebih baik. Tak ada yang instan memang, termasuk membuat mie instan. Dalam pembuatannya pun membutuhkan proses dan waktu.

1 Comment

Comments are closed.