Riuh Rendah Perayaan Saraswati di Pura Agung Jagatnatha Bali

Umat Hindu menunggu di depan Pura Agung Jagatnatha untuk mengikuti prosesi upacara peringatan Hari Raya Saraswati

Matahari belum lagi sepenggalah, tapi pelataran Pura Agung Jagatnatha Denpasar sudah riuh oleh umat Hindu yang ingin bersembahyang. Berbalut baju putih lengan panjang, kain menutup seperempat kaki dan udeng atau ikat kepala, para lelaki terlihat gagah dan siap untuk melakukan upacara di pura. Begitu juga para wanita, tampak anggun dalam balutan baju kebaya, songket dan kain prada yang menutupi tubuh mereka. Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga turut mengikuti upacara keagamaan ini.

Biasanya Pura Agung Jagatnatha ini cukup lengang. Banyak orang hanya beribadah di rumah dan pura terdekat saja. Tapi hari itu berbeda. Hari itu adalah hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati atau yang lebih dikenal sebagai hari Saraswati. Hari Saraswati biasa diperingati setiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Saraswati merupakan kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yakni Saras yang berarti ‘ucapan’ atau ‘sesuatu yang mengalir’ dan Wati yang berarti ‘memiliki’. Jadi Saraswati bisa diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang selalu mengalir tanpa henti.

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga turut serta mengikuti uparaca Saraswati. (dok.pri.)
“Bagi umat Hindu, hari Saraswati merupakan hari di mana dewa menurunkan ilmu pengetahuan kepada manusia. Mereka percaya bahwa sebelum hari ini tiba, sikap manusia tak ubahnya seperti binatang karena mereka belum memiliki ilmu pengetahuan,” ucap Alit, seorang fotografer yang saya jumpai.

Saraswati sendiri sebenarnya adalah nama dari seorang dewi yang mempunyai empat tangan. Keempat tangannya digambarkan sedang memegang benda-benda seperti Wina (alat musik), Kropak (pustaka), Ganitri (Japa Mala) dan Bunga Teratai. Versi lain, salah satu tangannya digambarkan sedang memegang Lontar. Dewi Saraswati digambarkan sebagai dewi yang cantik dan penuh wibawa. Umat Hindu meyakininya sebagai dewi pelindung, pemberi pengetahuan, kesadaran dan sastra. Karena itulah ilmu pengetahuan diibaratkan cantik dan menarik layaknya Dewi Saraswati. Atau dengan kata lain, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dipandang sebagai orang yang menarik dan mempunyai daya tarik yang luar biasa layaknya istri Brahma tersebut.

Banten atau sesaji wajib dibawa saat melakukan ibadah di pura merupakan lambang berserah diri dalam ajaran Hindu. Banten juga menjadi simbol dalam memvisualisasikan ajaran-ajaran Hindu.

Satu hal yang wajib dibawa saat beribadah adalah banten atau sesaji yang berisi berbagai macam bunga yang diletakkan di atas janur yang dirangkai sebagai wadahnya. Banten tersebut terlebih dahulu akan diperciki air suci yang sudah disiapkan di depan pura setelah kepala dan tangan. Barulah kemudian mereka masuk ke dalam pura untuk melakukan upacara dan pembersihan pada semua hal yang mengandung ajaran seperti buku-buku, kitab-kitab, dan alat tulis menulis. Pemangku sebagai pendeta tertinggi menjadi pemimpin jalannya upacara.

Pura Agung Jagatnatha menjadi salah satu pura besar di Denpasar yang menjadi tujuan umat Hindu di Bali untuk merayakan Hari Raya Saraswati. Tapi karena keterbatasan tempat, perayaan Saraswati dilakukan secara bergantian setiap tiga puluh menit. Setiap kali selesai satu sesi, pecalang akan kembali membuka pintu pagar pura agar rombongan berikutnya bisa masuk dan melakukan ibadah. Pintu akan ditutup kembali manakala tempat di dalam pura sudah penuh. Bagi yang terlambat datang, mereka akan berdiri tertib di depan pura. Menunggu pintu dibuka kembali oleh pecalang yang menandakan sesi ibadah berikutnya akan dimulai.

Memercikkan Tirtha atau air suci ke kepala, telapak tangan dan banten sebelum memasuki pura berfungsi untuk membersihkan diri dari kotoran dan kecemasan dalam pikiran sehingga mereka masuk ke dalam pura untuk beribadah dalam keadaan suci.

Satu hal yang menarik dari prosesi upacara Saraswati adalah orang luar diperbolehkan masuk ke dalam pura untuk mengikuti atau sekedar melihat jalannya upacara. Selama mereka tidak berbuat hal yang mengganggu upacara, mereka boleh saja berada di dalam pura. Beberapa kali saya melihat turis mancanegara masuk ke dalam pura untuk mengambil foto saat prosesi sedang berlangsung. Saya pun sebenarnya ingin masuk ke dalam pura untuk melihat prosesi upacara dan mengambil beberapa foto. Tapi sayang saya tidak memakai pakaian layaknya orang Bali yang akan beribadah atau minimal memakai kain untuk menutup kaki. Akhirnya saya pun hanya bisa menunggu di depan pura saja.

Sesi ibadah selang silih berganti. Tak terasa matahari sudah hampir berada di atas kepala. Di saat yang bersamaan sesi terakhir upacara memperingati Hari Raya Saraswati juga hampir berakhir. Ibadah ini hanya berlangsung setengah hari. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa dewa-dewi dan leluhur hanya turun ke bumi setengah hari saja. Lewat jam dua belas siang mereka akan kembali lagi ke nirwana, begitu penjelasan yang saya terima dari Alit. Bersamaan dengan berakhirnya upacara, umat Hindu keluar dari Pura Agung Jagatnatha dengan sejumput beras di dahi dan leher sambil membawa pulang air suci yang sudah diberi mantra.