Memacu Adrenalin di Tubing Sungai Tuntang

Memacu Adrenalin di Tubing Sungai Tuntang
Rasa penasaran menggelanyut saat saya membaca tautan artikel yang dibagikan teman saya di dinding Facebook saya. Judulnya sih biasa saja, tubing di Sungai Tuntang. Tapi, saya benar-benar tidak menyangka jika tubing bisa dilakukan di Sungai Tuntang. “Bagian mana dari Sungai Tuntang yang cocok untuk tubing?” begitu pikir saya. Seingat saya, hampir semua permukaan Sungai Tuntang tertutup oleh enceng gondok. Bagaimana bisa untuk tubing kalau keadaannya begitu?

Setelah membaca artikel tersebut barulah saya tahu bahwa ada bagian dari Sungai Tuntang yang cocok digunakan untuk tubing. Tepatnya di Desa Sambirejo Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Saya pun mencoba menghubungi teman yang menulis artikel tersebut dan diarahkan untuk menghubungi Bang Zacky (no telp: 0817-6549-433) sebagai salah satu dari pengelola tubing Sungai Tuntang ini.

Berbekal informasi dari Bang Zacky, saya beserta tiga teman saya akhirnya berangkat menuju Desa Sambirejo. Tempat ini cukup mudah dicapai baik menggunakan mobil atau motor. Dari Salatiga, ambil arah menuju Bringin dan saat sampai di pertigaan pasar Bringin, ambil belokan ke kiri. Lurus terus sekitar 6 km hingga menemui SDN 2 Sambirejo. Oleh Bang Zacky, saya diarahkan untuk berhenti di Balai Desa Sambirejo yang terletak bersebelahan dengan SDN 2 Sambirejo yang juga digunakan sebagai basecamp tubing Sungai Tuntang ini.

“Tubing ini sebenarnya kegiatan untuk anak-anak remaja desa, mas, agar mereka mempunyai kegiatan untuk menyalurkan hobinya,” seru Bang Zacky mengawali cerita asal mula tubing Kali Tuntang. Bagi mereka, tubing ini merupakan sarana yang digunakan orang-orang sekitar untuk menarik perhatian para pemuda desa agar mereka ikut menggali potensi desa yang bisa dimanfaatkan dan juga bisa menjaga kelestarian alam di Desa Sambirejo. Terlihat antusiasme dari mimik muka para pengelola saat mereka bercerita bagaimana awal mereka mendirikan tubing ini. Mereka menaruh harapan yang cukup besar agar kelak Tubing Sungai Tuntang ini bisa lebih dikenal layaknya tubing di Goa Pindul atau Sungai Oyo di Wonosari.

Tubing ini tergolong masih seumur jagung. Baru sekitar dua bulan tubing ini didirikan. Bahkan, kami merupakan pelanggan pertama dari luar Desa yang akan mencoba tubing ini. Saya cukup kaget dan senang mendengarnya. Mereka juga bercerita jika tubing ini sebenarnya masih tahap rintisan dan belum memiliki peralatan yang lengkap. Tapi mereka meyakinkan kami bahwa tubing ini aman karena mereka sendiri sudah pernah mencobanya. Terlebih arus air tidak begitu deras sehingga tidak perlu khawatir akan terseret arus.

Kami dibawa ke salah satu ruangan di balai desa oleh Bang Zacky untuk melihat ban yang akan digunakan untuk tubing nanti. Di situ ban-ban dalam mobil seukuran ban mobil trailer dirakit menjadi satu menggunakan tali. Ini sih lebih pantas disebut tube-rafting daripada tubing pikir saya. Karena setahu saya dalam tubing ban tersebut tidak direkatkan. Namun, setiap orang mendapatkan satu ban yang nantinya akan digunakan sebagai transportasi mengarungi sungai dengan satu orang sebagai pemandu. Pun begitu saya tetap antusias ingin mencoba sensasi baru tube-rafting di Sungai Tuntang ini.
kami berempat berpose sebelum petualangan

Bang Zacky memberitahu kami bahwa ada dua rute yang bisa ditempuh. Rute pertama berjarak sekitar 4 km dan rute kedua berjarak sekitar 9 km. Dia menanyakan rute mana yang ingin kami tempuh. Tanpa pikir panjang saya pun segera meminta untuk menempuh jalur paling panjang. Terlalu rugi kiranya kalau kami hanya mengambil rute pendek apalagi salah satu teman saya sengaja datang dari Solo.

Lewat peta yang digantung di dinding ruangan Balai Desa, Bang Zacky memberitahu kami rute yang bakal ditempuh. Dia menunjukkan banyaknya kelokan yang nanti akan kami lalui. Salah satu lekukan bahkan berbentuk U dan menurutnya inilah salah satu lekukan yang menantang. “Ini akan menjadi sebuah petualangan seru,” ucap saya. Tapi tidak bagi teman saya yang tidak bisa berenang. Dia kelihatan gugup saat mendengar gambaran rute dan situasi sungai yang akan dilalui. Kami mencoba menenangkannya dengan mengatakan bahwa kami akan dipandu dan dikawal banyak orang. Lagipula kami memakai jaket pelampung sehingga kemungkinan untuk tenggelam sangat kecil, kecuali jaket pelampung tersebut terlepas.

Selesai memakai jaket pelampung, kami naik mobil menuju spot tube-rafting yang terletak tak jauh dari Balai Desa. Mobil yang kami tumpangi berhenti di pinggir jalan karena tidak bisa mengantarkan kami hingga ke pinggir sungai. Dari sini kami harus berjalan kaki sambil menggotong ban-ban rakitan tersebut untuk menuju ke pinggir sungai yang berjarak sekitar 100 meter dari tempat kami berhenti.

tim rafting bersama-sama membawa rakit ban ke hulu sungai

Begitu sampai di pinggir sungai, barulah saya mengerti alasan ban-ban tersebut dirakit menjadi satu dan alasan kami dibekali dayung kayu. Akan sedikit susah untuk mengendalikan ban tersebut di atas sungai dengan lebar hingga 8 meter ini jika tidak dirangkai menjadi satu. Keadaan sungai ini lah yang membedakan tubing di Sungai Tuntang ini dengan tubing di Goa Pindul dan Sungai Oyo yang pernah saya lakukan. Tubing di sini lebih menantang dan memacu adrenalin.

Rakit ban ini bahkan juga aman bagi anak-anak

Kami berempat lalu bersiap naik di atas rakit ban. Tidak ada pemandu dalam rakit kami. Kami sendiri yang memintanya agar petualangan ini semakin seru. Kami berempat dibekali dua dayung kayu untuk mengarahkan rakit ban kami selama perjalanan. Begitu siap, kami lalu dilepaskan dan memulai petualangan tube-rafting di Sungai Tuntang.

Bersiap-siap untuk mengarungi Sungai Tuntang menggunakan rakit ban

Arus air segera saja menghanyutkan kami, membawa kami mengalami setiap lekukannya. Kadang-kadang air menghempaskan kami ke kanan dan ke kiri. Walaupun bukan orang yang pandai menggunakan dayung, tapi kami bisa menguasai keadaan. Keseruan justru terjadi di bagian sungai yang dangkal karena terdapat jeram-jeram kecil yang cukup deras dan panjang. Di sinilah kemampuan kami mengendalikan rakit ban diasah. Kami harus bisa melewati jeram-jeram tersebut tanpa jatuh dari rakit kami dan beberapa kali kami sukses. Kami justru jatuh terbalik untuk pertama kalinya karena terlambat mengarahkan rakit hingga akhirnya tertambat oleh batang bambu yang menjuntai ke sungai.

Setelah hampir satu jam perjalanan di atas rakit ban mengarungi Sungai Tuntang, kami sampai di pemberhentian pertama. Kami menepi di sebuah bendungan kecil untuk beristirahat. Di pihak lain, tim rafting sudah menyiapkan makan siang berupa nasi jagung lengkap dengan sayur dan lauk untuk mengisi perut kami yang keroncongan setelah tubing. Jagung memang merupakan tanaman utama warga di daerah ini. Itulah mengapa nasi jagung menjadi menu andalan yang disediakan saat istirahat.

kebersamaan menyantap nasi jagung yang menjadi menu andalan

Perut kami kini sudah penuh dan tenaga kembali terisi, kami kembali bersiap melanjutkan petualangan di atas rakit. Baru saja akan berangkat, tiba-tiba gelembung udara dari dalam air memenuhi ban di sisi kanan kami. Tak perlu waktu lama, semua angin di dalam ban keluar. Ban pun akhirnya kempes. Ternyata sebuah kawat sudah menusuk dan membuat lubang di ban kami. Tim akhirnya mengganti rakit ban kami dengan rakit ban lain agar petualangan kami tetap bisa berlanjut.

Kami mengawali perjalanan kedua kami dengan melewati patahan kecil pada bendungan. Lagi-lagi kami jatuh karena posisi jatuh kami yang tidak benar. Tim tubing yang sudah bersiaga sedari tadi menolong kami mengembalikan rakit ke posisi semula.

Kami mencoba melewati patahan bendungan yang pendek dengan pengawasan dari tim tubing.

Perjalanan setelah beristirahat ternyata lebih menantang daripada yang pertama. Arus semakin deras dan jeram-jeram semakin kencang. Patahan-patahan semakin banyak dan kami semakin tertantang untuk menaklukan semua itu. Beberapa kali kami jatuh terjungkal karena ketidakpiawaian kami mengendalikan rakti ban melawan jeram-jeram tersebut. Tapi hal tersebut tidak menyurutkan niat kami untuk menyelesaikan misi mengarungi Sungai Tuntang. Sebaliknya, adrenalin kami semakin terpompa dan semangat semakin menggebu.

Saya benar-benar salut kepada dua teman wanita dalam tim kami. Mereka tidak bisa berenang, bahkan salah satunya sempat takut di awal, tapi kini mereka berdua sangat menikmati petualangan. Mereka berhasil menaklukan ketakutan mereka melawan air dan bahkan bisa bersenang-senang di atasnya. Memang benar kata para Bang Zacky jika Sungai Tuntang diperuntukkan bagi para pemula atau medium karena levelnya yang masih tergolong aman dan tidak berbahaya.

Salah satu tim mencoba menaklukan patahan sungai

Kami semakin menikmati petualangan apalagi saat melihat tebing-tebing di sisi kanan dan kiri sungai yang kami lalui begitu juga dengan bukit-bukit yang kadang menyembul dari sisi lain sungai. Beberapa kali kami bahkan sempat berdiskusi mengenai tebing-tebing tanah tersebut. Saya sendiri menyayangkan tidak membawa kamera action untuk mengambil gambar selama perjalanan.

Setelah perjalanan panjang dan seru, kami akhirnya mencapai garis finish yang terletak di Dusun Kalikurmo. Kami melepas lelah sambil memakan bakso yang sudah disiapkan oleh tim tubing. Baru setelah mobil siap, kami dibawa kembali ke Bali Desa untuk membersihkan diri.

Sebagai pelanggan pertama yang datang dari luar desa, kami benar-benar dijamu dengan spesial. Beberapa kali kami disediakan makanan, mulai dari nasi jagung hingga durian sebagai penutup petualangan. Padahal kami hanya diminta untuk membayar uang sebesar tiga puluh ribu saja perorang. Murah bukan? Namanya juga lagi promo. Selain itu, tim tubing juga sangat memperhatikan keselamatan kami selama perjalanan. Mereka memastikan bahwa tubing ini aman untuk siapa saja, bahkan bagi orang yang tidak bisa berenang.

Peta Desa Sambirejo Kecamatan Bringin Kabupaten Tuntang

1 Comment

Comments are closed.